MEMPERINGATI HARI TUBERKULOSIS INTERNASIONAL

POTENSI VITAMIN D TERHADAP PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU LATEN

Karya: Albert Susanto

AtmaSEARCH, Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi global yang sangat memprihatinkan dan merupakan penyakit yang menginfeksi sekitar 20–33% penduduk dunia. Indonesia sendiri adalah negara dengan prevalensi TB tertinggi nomor 3 di dunia. WHO memperkirakan 2 miliar penduduk dunia menderita TB laten dan sekitar 3 juta penduduk meninggal tiap tahunnya akibat penyakit ini. Peningkatan rata–rata penyakit TB mencapai 2,4% per tahun dan diperkirakan akan terus meningkat. Oleh sebab itu, penyakit ini disebut sebagai global public health emergency.

Penyakit TB menyerang hamper seluruh organ tubuh, namun yang tersering adalah organ paru karena penyebarannya yang melalui udara. Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang termasuk bakteri tahan asam. Di dalam jaringan, bakteri ini hidup sebagai parasit intraseluler, yakni di dalam sitoplasma makrofag karena mengandung banyak lipid.

Manusia adalah satu–satunya reservoir dari M. tuberculosis. M. tuberculosis ditularkan secara airborne melalui dahak penderita dengan cara batuk, bersin atau berbicara. Kuman TB dapat tahan di udara bebas selama beberapa jam, namun cepat mati bila terkena sinar matahari. TB tidak menular melalui makanan, air, seks, transfusi darah, atau gigitan nyamuk/serangga.

M. tuberculosis masuk ke dalam makrofag melalui endositosis, akan tetapi bakteri ini tidak bisa difagosit karena M. tuberculosis bisa memblok fusi dari phagosome dan lisosom dengan cara menghambat signal Ca2+ dan pengambilan yang diperlukan dalam formasi phagolysosome. Tiga minggu setelah infeksi, T–helper 1 memproduksi IFN-γ  untuk mengaktifkan makrofag sehingga menjadi bactericidal.

T–helper 1 mendorong juga terjadinya formasi granuloma dan nekrosis kaseosa. Makrofag berdiferensiasi menjadi histiosit epiteloid dan bergabung membentuk sel raksasa. Pada kebanyakan orang, reaksi ini akan menghnetikan infeksi, namun pada orang tua dan orang dengan daya tahan tubuh rendah, infeksi dan reaksi imun terus berlangsung sehingga terjadi kerusakan jaringan akibat kaseosa dan kavitasi.

TB primer adalah bentuk penyakit TB yang berkembang pada orang yang sebelumnya belum pernah terekspos sehingga tidak sensitive terhadap paparan. Implikasi dari TB primer adalah (1) memicu hipersensitivitas dan meningkatkan resistensi; (2) pusat infeksi menjadi tempat bakteri dormant seumur hidup atau dapat reaktivasi pada saat imun tubuh menurun; (3) terkadang penyakit berkembang dengan cepat dan akibat daya tahan tubuh jelek atau malnutrisi.

TB sekunder adalah penyakit TB yang muncul pada orang yang sebelumnya telah mengalami sensitifikasi, bisa beberapa saat setelah infeksi primer namun lebih sering bertahun–tahun setelah infeksi primer akibat penurunan daya tahan tubuh. TB paru cenderung terletak pada bagian apex paru, diduga karena tekanan oksigen yang tinggi di daerah apex. Kavitasi terbentuk segera pada TB sekunder dan hubungan dengan jalur pernafasan menjadi penting karena penderita akan menghasilkan sputum yang infeksius.

Beberapa program pencegahan baik secara internasional maupun konvensional telah dilakukan di Indonesia. Salah satu progam internasional yang dilakukan adalah program DOTS. Program konvensional yang dilakukan adalah sanatorium, pemusnahan sapi tercemar, pendidikan kesehatan, berjemur di pagi hari, perbaikan lingkungan dan konsumsi.

Salah satu pencegahan secara konvensional adalah dengan berjemur sinarmatahari untuk mendapatkan vitamin D yang dapat mencegah timbulnya TB paru sekunder/TB laten. Akan tetapi, kebutuhan vitamin D sudah tidak dapat dipenuhi hanya dengan cara berjemur karena aktivita smanusia dan juga akibat perbedaan musim terutama bagi negara yang memiliki perbedaan musim dingin yang panjang. Oleh karena itu, dibutuhkan asupan tambahan seperti konsumsi minyak ikan, kuning telur, dan ikan salmon.

Penelitian di Chinese University of Hong Kong menyatakan bahwa pasien dengan defisiensi vitamin D lebih rentan terkena penyakit TB. Batas pasien mengalami defisiensi vitamin D bila serum kalsidiol dalam darah kurang dari 50 nMol/liter dan bila kadar tersebut di bawah 10 nMol/liter, pasien tersebut akan sangat rentan terkena infeksi aktif. Defisiensi ini menyebabkan pengurangan ikatan dengan Vitamin D Receptor (VDR) dalam makrofag dan monosit yang berakibat terhentinya sintesis cathelicidin yang berfungsi sebagai anti–TB.

Vitamin D adalah vitamin larut lemak yang disimpan dalam hati dan selanjutnya akan dimetabolisme di hati menjadi kalsidiol yang kemudian dimetabolisme menjadi kalsitriol. Kalsitriol tidak memiliki fungsi langsung sebagai antimikroba tetapi merupakan dapat menginduksi superoksida dalam makrofag dan meningkatkan fusi phagolysosome pada makrofag yang terinfeksi M. Tuberculosis. Kedua fenomena ini diperantarai oleh phosphatidylinositol 3-kinase yang diawali oleh pengikatan VDR oleh kalsitriol. Fungsi lain dari perlekatan ini adalah menyebabkan terinduksinya pembentukan nitric oxide yang merupakan immunomodulator.

Cara peningkatan kekebalan terhadap TB dimulai dengan interaksi Toll-like receptors (TLRs) yang ada di makrofag dengan antigen yang terdapat pada permukaan bakteri TB. Selanjutnya proses ini memicu aktivitas 25OHD-1α hydroxylase dan ekspresi VDR. 25OHD-1α hydroxylase akan mengubah kalsidiol menjadi kalsitriol dan kalsitriol selanjutnya berinteraksi dengan VDR. VDR lalu akan menginduksi makrofag untuk menghasilkan cathelicidin, sebagai respon terhadap vitamin D. Cathelicidin ini berikutnya meningkatkan aktivitas phagolysosome untuk memfagosit bakteri TB.

Kalsidiol juga memiliki fungsi sebagai pro-differentiative dan anti-proliferatif kuat dengan cara menghambat transkripsi dan sekresi dari IFN-γ, IL-20, p40, dan TNF di sel yang terinfeksi dan makrofag sehingga proliferasi dari M. tuberculosis terhambat. Oleh karena itu, vitamin D disebut juga dengan defensin, yaitu agen antimikroba sintesis endogen yang bekerja secara intrakrin, parakrin, autokrin dalam fungsi pertahanan terhadap TB.

DAFTAR PUSTAKA

  1. WHO. Laboratory XDR-TB definitions. Geneva: Meeting of the global XDR TB task force 2006. World Health Organization.
  2. World Health Organization. Global tuberculosis control report – surveillance, palnning, finance. WHO report 2008. World Health Organization.
  3. WHO. Fact Sheet 104. World Health Organization.
  4. Corlbett EL, watt CJ, Walker N, et al : The growing burden of tuberculosis : global trends and interactions with the HIV epidemic. Arch Intern Med 2003:163:1009-1021
  5. World Health Organization : PPM DOTS in Indonesia a Strategy for action : Mission report. 2003.
  6. Amin Zulkifli, BaharAsril : TB paru: Buku Ajar IlmuPenyakitDalamjilid III edisi V: 357: 2230
  7. Martineau Adrian et al. A Single Dose of Vitamin D Enhances Immunity to Mycobacteria [abstrak]. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 2007;176:208-213.
  8. Nagpal Sunil, Songqing Na and RathnachalamRadhakrishnan. Noncalcemic Actions of Vitamin D Receptor Ligands [abstrak]. The endocrine review 2005; 25(6): 662-687.
  9. Martineau Adrian R. IFN-γ and TNF –independent Vitamin D-Inducible Human Supression of Mycobacteria: The Role of Cathelicidin LL-37. The Journal of Immunology. 2010;178:7190-7198.
  10. ADAMS JOHN et al. Vitamin D in defense of the human immune response [abstrak]. Annals of the New York Academy of Science. 2007; 1117: 94-105
  11. Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS. Bailey and Scott’s Diagnostic Microbiology. 12th ed. Philadelphia: Elsevier’s Health Sciences Rights Department; 2007. P.478
  12. WolpowitzD,Gilchrest BA. The vitamin D questions : How much do you need and how should you get it? J Am AcadDermatol. 2006 Feb;54(2):301-17.
  13. Chan T.Y.K. Vitamin D deficiency and susceptibility to tuberculosis. Calcified Tissue International: 2000;66:476-478.
  14. Alexandra V,et al. Vitamin D as Adjuctive Therapy in Refractory Pulmonary tuberculosis: A case report. Southern Medical Journal:2009;102:649-652.

One thought on “MEMPERINGATI HARI TUBERKULOSIS INTERNASIONAL

  1. sewaktu umur 11 tahun saya terkena flek,dan harus mengikuti pengobatan selama 9 bulan,dan wktu itu saya di nyatakan sembuh.
    3 bulan lalu,saya batuk terus menerus selama 1 bulan walopun sudah berobat. saya sudah melakukan rontgen,dan hasilnya menunjukan ada nya KP dextra lama dan bronchitis kronis, ktika saya berobat lg saya hanya d kasih obat batuk biasa yang d sertai Amoxilin (dalam 1 bulan), batuk saya tak kunjung sembuh selama 2 bulan,dan akhir nya saya berhenti berobat, dan memilih mengkonsumsi vitamin dan olah raga rutin, dan akhir nya batuk sembuh, tp rasa sesak napas dan sering mengeluarkan dahak msih ada,stelah 1 bulan smbuh dari batuk, saya kaget ketika dahak saya ada darah nya, dan 3 hari ini dahak saya berdarah, itu knpa ya?

Leave a comment